Pasuruan, (TINTA INVESTIGASI) — Dugaan penyelewengan dana hibah di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Salafiyah, Kecamatan Kejayan, Kabupaten Pasuruan, terus terkuak dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Rabu (30/4/2025).
Dalam sidang yang menghadirkan tiga saksi ahli, terungkap bahwa pengelolaan dana hibah selama empat tahun terakhir di lembaga pendidikan nonformal tersebut menyisakan banyak kejanggalan. Salah satunya adalah dugaan kerugian negara yang mencapai Rp 1,95 miliar.
Salah satu saksi, Dwi Anto dari Inspektorat Kabupaten Pasuruan, menjelaskan bahwa timnya membutuhkan waktu 37 hari untuk menelusuri potensi kerugian negara berdasarkan permintaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Hasil pemeriksaan kami menunjukkan ada anggaran sebesar Rp 1,95 miliar yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara akumulatif selama empat tahun,” ungkap Dwi di hadapan majelis hakim.
Ia menjabarkan beberapa bentuk ketidakwajaran yang ditemukan, mulai dari Surat Pertanggungjawaban (SPJ) yang tidak disertai bukti fisik barang, hingga adanya SPJ yang dilengkapi barang tetapi dengan harga yang tidak masuk akal atau kelebihan bayar. Bahkan, dalam beberapa kasus, belanja dilakukan tanpa dokumen perencanaan seperti Rencana Anggaran Biaya (RAB) maupun Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS).
“Anggaran digunakan, tapi tidak ada SPJ-nya. Itu jelas tidak bisa dipertanggungjawabkan,” tegas Dwi.
Dalam penelusurannya, tim juga menemukan dugaan pemalsuan nota pembelanjaan oleh terdakwa Bayu Putra Subandi. Dwi mengungkap, pihaknya telah melakukan verifikasi langsung ke sejumlah penyedia barang dan jasa, dan menemukan bahwa transaksi yang dilaporkan tidak pernah terjadi.
“Beberapa penyedia membantah pernah menjual barang kepada terdakwa. Nota-nota itu diduga dibuat sendiri,” ujarnya
Selain itu, terdakwa juga diketahui membangun ruang kelas baru (RKB) menggunakan dana hibah operasional yang seharusnya difokuskan untuk kebutuhan peserta didik, bukan pembangunan infrastruktur.
Secara spesifik, dugaan penyimpangan paling besar terjadi pada tahun 2022, di mana dana bantuan yang bersumber dari Kementerian dan Pemerintah Kabupaten Pasuruan senilai Rp 510 juta tidak disertai dokumen SPJ yang sah.
“Saya sudah beri waktu kepada terdakwa untuk menyerahkan SPJ, tapi tidak juga diberikan. Kami simpulkan tidak ada pertanggungjawaban untuk Rp 454 juta dari total bantuan itu,” jelas Dwi.
Jaksa Penuntut Umum, Reza Edi Putra, menegaskan tindakan terdakwa yang menggunakan dana hibah untuk membangun gedung sangat jelas melanggar ketentuan perundang-undangan
“Dana operasional dari PKBM bukan untuk pembangunan fisik. Penggunaan untuk pembangunan yayasan atau RKB tidak sah, apapun alasannya,” katanya.
Reza juga menyatakan pihaknya akan menelusuri lebih lanjut aliran dana tersebut, termasuk apakah ada pihak lain yang turut menerima atau menikmati hasil dugaan korupsi tersebut.
“Kami akan dalami lebih jauh, termasuk apakah dana ini juga dipakai untuk kepentingan yayasan pribadi,” tambahnya. ( TI )
Sumber : Tribun Jatim-Timur
Penulis: Galih Lintartika | Editor: Haurrohman